My video, please watching this and i hope you like this ;)

Sabtu, 31 Maret 2012

Israf




ISRAF

Kata israf berasal dari bahasa arab yang artinya melampaui batas. Orang yang berbuat israf disebut musrif, bentuk jamaknya musrifun atau musrifin. Yang dimaksud dengan israf ialah mempergunakan sesuatu yang melewati batas-batas yang patut menurut ajaran Allah SWT.

Pengertian Isyraf, Yang dimaksud dengan isyraf ialah suatu sikap jiwa yang memperturutkan keinginan yang melebihi semestinya. Seperti makan terlalu kenyang, berpakaian terlalu dalam menybabkan menyapu lantai atau tanah, Menguber hawa nafsu yang berlebihan, sehingga dapat melanggar norma-norma Susila, agama, dan hukum.
Israf itu terdapat dalam berbagai perbuatan, seperti :
·         Makan ,minum, dan berpakaian (Q.s.Al-A’raf  7:31)
·         Membelanjakan harta (Q.s.Al-Isra,17:26-27)

Sesuai dengan hadist allah yang artinya:



Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Cara menghindarkan diri dari sifat israf:

  Tanamkan pola hidup sederhana,  Jangan mudah berangan-angan berlebihan soal pemilikan harta. Yang realistis aja,Termasuk ketika membeli barang, sesuaikan dengan kemampuan. Kalau kemampuan kita hanya seribu rupiah, ya nggak usah maksain diri beli yang harganya lima ribu rupiah.

  Hargai jerih payah ortu. Buat pelajar yang belum kerja, kan uang sakunya dari orang tua. Makanya kamu harus menghargai, bagaimana susah payahnya orang tua mendapatkan uang itu, harus kerja banting tulang, meras keringat, bahkan kadang berurai air mata. Masa kita dengan entengnya membelanjakan untuk hal-hal yang nggak perlu.

  Jangan  terlalu sering jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, toko-toko, atau pameran. Lihat barang-barang di etalase, dijamin kamu pengin beli. Soalnya itu barang emang sengaja dipajang biar dibeli, bukan sekadar diliatin, apalagi dicuekin.

  Kalau harus belanja, catat keperluan kamu. Jangan belanja di luar kebutuhan, Hindari beli barang yang tidak dianggarkan. Cukup samperin aja etalase tempat barang yang kamu butuhin, pilih-pilih harga, ambil, bayar dan pulang.

  Buat skala prioritas, mulai barang-barang kebutuhan kamu paling mendesak sampai yang nggak mendesak. Jadi, kalau kantong kamu nga punya cukup uang untuk membeli sesuatu, maka urutan barang pertamalah yang kudu kamu beli, kedua, dan seterusnya.


Sesuai dengan firman allah dalam Q.S .Al’isra:26-27.






"Danberikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepadaorang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamumenghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnyapemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan dan syaithan ituadalah sangat ingkar kepada Tuhannya" (QS. Al Isra: 26-27)


Dan Q.S.AL-Furqan:67





"Danorang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidakberlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)di tengah-tengah antara yang demikian" (QS. Al Furqan: 67)

Sebagai seorang muslim, kita tidak diperkenankan untuk bertindak secaraberlebihan
dan emosional. Lakukanlah segala sesuatu secara proporsional, sewajarnya, tidak dilebih-lebihkan, dan tidak jugadikurangi. Karena, semua hal ada hitungannya, sekecil apapun. Segalasesuatu yang berlebihan akan dijadikan bermasalah oleh Allah.

Berikut beberapa contoh sifat yang tidak berlebihan:
  1. Saat mencuci piring ataupun menggosok gigi, jangan terbiasa membiarkan air terbuang percuma hanya karena kita terlalu malas mematikan kran air disaat sedang mencuci atau menggosok gigi.
  2. Saat menghadiriresepsi pernikahan, jangan terbiasa mengambil makanan terlalu banyak,yang pada akhirnya tersisa. Ambillah secukupnya, bila ternyata kurang -tambah.

  1. Saat berbicara, jangan terlalu banyak mengeluarkankata-kata yang tidak perlu, dan pada akhirnya membuat kita menambahperkataan dan menjadikan perkataan kita menjadi ghibah, fitnah, ataudusta.
  2. Saat berbelanja, jangan terlalu bernafsu membeli hanyakarena barang yang dijual murah. Bukan mahal/murah yang menjadi ukuran,tetapi perlu tidaknya kita terhadap barang itu. Sesuatu yang mahal akanmenjadi sesuatu yang wajar untuk dibeli bila memang kita membutuhkannya.
  3. Saat sakit, jangan suka mendramatisir keadaan, tidak usah menunjukkanpenderitaan kita dihadapan orang lain, percuma juga, buat apa?


Berkaitan dengan sikap boros (israf dan tabdzir), ada sementara kalangan yang mengatakan bahwa haram hukumnya membelanjakan harta dalam jumlah besar meskipun dalam hal-hal yang mubah. Pernyataan ini didasarkan pada riwayat yang dikeluarkan oleh sahabat Abdullah bin Umar. Beliau mengatakan pernah Rasulullah melewati Saad yang ketika itu sedang berwudhu. Beliau berkata, "Untuk apakah berlebih-lebihan ini wahai Saad?". Maka jawabnya, "Apakah dalam berwudhu ada berlebih-lebihan?". Jawab Rasul, "Ya. Sekalipun kamu berada di sungai yang mengalir".


Secara etimologis, boros dalam bahasa Arabnya adalah israf atau tabdzir. Israf bentukan dari akar kata sarafa, yang artinya melalaikan, mengabaikan, tidak mengetahui, melewati/melalui, dan memakan daunnya (sarakat as-surfatu as-sajarah). Dapat pula diartikan melampaui batas (jawadza al-had). Jika disebut asrafa al-mal maka sama dengan badzarahu yang artinya memboroskan atau membuang-buang. Sedangkan pelakunya disebut musrifin.

Sinonimnya adalah al-tabdzir, yang berasal dari akar kata badzara. Artinya al-habba yang berarti menabur (benih), menanam, menumbuhkan, tumbuh-tumbuhan, menyebarkan, memboroskan dan menghambur-hamburkan harta. Orang yang menghambur-hamburkan harta disebut al-mubadziru atau al-mubadzriku. Jika kata tabdzir dipergunakan dalam kalimat: badzara al-mal tabdziran (menghambur-hamburkan harta), maknanya satu akar kata dengan israfan dan badzratan.

Dalam al-Quran kata israf dan musrifin disebut sebanyak 23 kali dalam 21 ayat. Sedangkan al-tabdzir disebut dalam QS. Al-Isra’ [17] ayat 26-27 sebanyak 3 kali. Kata israf dan musrifin disebutkan dalam al-Quran dalam banyak arti. Al-Quran menyatakan kata musrifin dengan makna mu’ridin ‘an dzikrillah (melalaikan dzikir kepada Allah, QS. Yunus [10]:12), orang yang keburukannya melebihi kebaikannya (QS. Al-Mukmin [40]: 43). Kata musrifin bisa pula diartikan mufsidin (pembuat kerusakan, QS. Asy-Syuara [26]: 151-152).

Hanya saja kata israf lebih banyak bermakna infak (membelanjakan harta) untuk perkara maksiyat. Dengan demikian jika kata israf disebut bersamaan dengan kata infak, maknanya adalah memberikan harta untuk tindakan maksiyat. Sedangkan al-tabdzir bermakna tunggal yaitu menghambur-hamburkan harta secara boros.

Para ulama telah sepakat bahwa secara  syar’i makna kata israf dan al-tabdzir adalah membelanjakan harta untuk perkara-perkara yang dilarang Allah. Israf dan tabdzir dalam pandangan Islam bermakna al-tabdzir-linfaq fil haram wal ma'asiy (infaq/membelanjakan uang dalam hal yang haram dan maksiyat).

Imam Qurthubi dalam tafsirnya menulis bahwa yang dimaksud israf adalah membelanjakan harta di jalan selain Allah, dan barang siapa yang berpaling dari ketaatan kepada Allah Aza wa Jalla disebut kikir (al-iqtar), dan barang siapa yang membelanjakan harta dalam rangka ketaatan kepada Allah disebut al-qawam. Ibnu Abas berkata: "Barang siapa yang membelanjakan seratus ribu dirham dalam ketaatan bukanlah israf, sebaliknya barang siapa yang membelanjakan satu dirham dalam kemaksiatan adalah israf. Dan siapa yang mencegah dirinya dari membelanjakan hartanya maka ia kikir (al-qatr)". Senada dengan pendapat itu adalah pendapat Mujahid, Ibnu Zaid dan selain dari keduanya. Demikian pula pendapat Ibnu Mas’ud ra ketika menafsirkan surat al-Isra’ [17] ayat 26-27.

Qatadah mengatakan bahwa "menghambur-hamburkan harta adalah menginfakkannya dalam kemaksiatan kepada Allah". Mujahid juga mengatakan "andaikan ada seorang laki-laki menafkahkan harta sebesar gunung ini dalam ketaatan kepada Allah, tidaklah ia tergolong pemboros. Jadi kalau dia menafkahkan satu dirham dalam kemaksiatan kepada Allah maka dia memang tergolong pemboros". Dengan demikian, sedikit atau banyaknya harta yang dikeluarkan bukan menjadi ukuran penghamburan, melainkan dilihat dalam hal apa harta itu dibelanjakan.

Oleh sebab itu adanya pendapat yang mengharamkan orang-orang yang membelanjakan hartanya dalam jumlah yang besar pada aktivitas yang mubah karena termasuk dalam israf dan tabdzir adalah keliru. Kekeliruan pendapat semacam ini terjadi sehingga mengharamkan perkara-perkara yang sebenarnya dihalalkan disebabkan ketidakmampuan untuk membedakan antara makna bahasa dan makna syara' terhadap kata israf dan tabdzir.

Padahal Allah telah melarang kita untuk mengharamkan yang halal dan sebaliknya (QS. Yunus [10]: 59-60). Ayat-ayat yang menyatakan tentang israf dan tabdzir amat jelas. Semuanya memiliki arti membelanjakan harta untuk perbuatan (perkara) yang haram.

Adapun maksud dari larangan Allah agar tidak melampaui batas (musrifun) dalam banyak ayat al-Quran adalah apabila manusia melakukan sesuatu yang tidak dihalalkan Allah atau yang diharamkannya. Ini karena yang berhak untuk menentukan batas kebutuhan hidup masyarakat hanyalah Allah semata, bukan manusia. Walhasil, penafsiran israf dan tabdzir menurut makna bahasa tidak dapat dibenarkan. Yang seharusnya dilakukan adalah menafsirkan berdasarkan makna syara’ yang ada dalam nash-nash al-Quran. Wallahu A'lam bi shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar